Search This Blog

Monday, September 28, 2020

Aku dan Komunitas - Tailor Indonesia Palembang

Sebuah mesin jahit hitam selalu ada di rumah masa kecilku. Ibuku seorang guru SD negeri di  desa kami. Beliau menggunakannya untuk kepentingan rumah kami saja. Beranjak remaja, sedikit pun aku tidak tertarik untuk menyentuhnya. Aku hanya senang membantu Ibu membuat kristik atau sulaman silang. Sulaman ini kadang dijual untuk mendapatkan uang tambahan selain berkebun juga.

Singkat cerita, selepas kuliah di Medan, aku pun bekerja. Sabtu dan Minggu adalah hari luang bagiku. Terbersit keinginan untuk belajar menjahit karena di depan rumah kostku ada kakak yang buka jahitan. Baju wisudaku beliau yang jahit.  Sayang, hanya sebentar dia di sana kemudian pindah.  Keinginan belajar itu kupendam begitu saja. Namun aku tetap membeli mesin jahit hitam bekas di suatu pasar di kota Medan seharga Rp. 300.000,-.

Anak-anak yang selalu ingin tampil dengan dress buatan mama

Seiring waktu aku menikah, oleh suami aku dibawa pindah keluar kota. Mesin jahit hitam tetap kubawa. Pindah ke luar kota serta merta aku melepas pekerjaan kantoranku. Hari-hariku kemudian sibuk dengan urusan antar jemput anak ke sekolah dan urusan domestik lainnya. Di sela-sela waktu, aku mencoba untuk belajar menjahit secara otodidak lewat buku dan internet. Hasilnya lumayan,  aku bisa menjahit sprei, gorden bahkan  aku bisa menjahit gaun anak-anak. Menjelang perayaan Natal, biasanya aku membantu dari segi pengadaan kostum tari dan drama. Terus terang, keterampilan jahit-menjahit ini walau tidak dikomersilkan tetapi sangat menghemat pengeluaran dan bisa menjadi ladang amal.

Sampai tiba waktunya kami pindah ke kota Palembang, kota yang baru buat kami. Awalnya aku belum memiliki teman di sini. Dengan kekuatan sosial media, aku bisa bertemu dengan teman-teman yang sangat membantuku memperdalam kebisaanku dalam jahit menjahit. Pada saat itu aku membaca postingan di grup Facebook Tailor Indonesia ada pembagian grup per wilayah  di Indonesia. Tailor Indonesia wilayah Palembang dikomandoi oleh Ibu Dina Mardiana dan Mba Dwie Hastuti. Hatiku mantap untuk bergabung dan aku mendaftar. Komunitas jahit Tailor Indonesia wilayah Palembang,  selanjutnya kita akan menyebutnya dengan TI Palembang membentuk grup WA dan mengadakan kopdar sekali sebulan. Komunitas ini beranggotakan orang-orang yang yang memiliki kemauan belajar dan berbagi tentang jahit menjahit untuk wilayah Palembang dan sekitarnya. Anggotanya sekarang sudah banyak, mulai dari yang sudah mahir menjahit artinya memang penjahit profesional sampai ibu rumah tangga yang mulai belajar jahit dari dasar seperti diriku. Komunitas ini memiliki mentor-mentor yang baik dan sabar.

Liputan salah satu media lokal Palembang terhadap komunitas TI Palembang

Melalui grup WA kami bisa berkomunikasi dengan seluruh anggota yang ada. Jika ada yang  memiliki kesulitan dalam jahitan yang tengah dikerjakan maka bisa bertanya di grup tersebut dan akan dibantu oleh anggota yang lain. Sampai sekarang walaupun aku sudah pindah ke Papua, silaturahmi grup WA ini masih kuikuti.

Kopdar begitu kami menyebutnya, adalah pertemuan secara langsung antar anggota TI Palembang, biasanya diadakan sebulan sekali di rumah anggota yang bersedia menjadi tuan rumah. Pada setiap kopdar maka kami akan mempelajari materi-materi seputar jahit menjahit. Pertemuan pertama  dulu adalah tentang pembuatan pola dasar pakaian. Pelajaran yang sangat berarti bagiku. Pada saat itulah aku pertama sekali mengetahui cara menjahit yang baik. Pelajaran itu menjadi dasar bagiku dalam menjahit baju selanjutnya. Dari situ aku bisa mengetahui kesalahan-kesalahan yang kubuat sebelumnya. Pengetahuanku berkembang sehingga sekarang aku bisa menjahit lebih baik dari sebelumnya. Selain itu juga aku sudah memiliki ilmu yang bisa kubagikan kepada orang lain. 

Materi pertemuan setiap kopdar selalu baru. Mentornya juga berganti-ganti sehingga sangat menarik untuk diikuti. Tata cara belajar berbagi seperti ini sangat baik bagi komunitas sehingga banyak ilmu yang terserap oleh anggota-anggotanya.  Pada salah satu kopdar, aku berkesempatan untuk membagikan cara membuat tas. Ada beberapa model tas yang pernah aku bagikan, seperti tas tote, tas ransel dan tas selempang. 

Berangkat ke sekolah dengan tas buatan mama

Apakah aku sudah berani menjahitkan baju untuk orang lain? Ya, tentu saja. Sekarang aku sudah biasa menerima jahitan gaun, rok, songket (tanpa potongan), kebaya kutu baru, celana ataupun kulot. 

Pada masa pandemi sekarang keterampilan ini sangat membantu pengadaan dan penditribusian masker donasi, salah satunya melalui "Timika Bisa". Selain itu aku juga membuat masker untuk dijual, hasilnya digunakan untuk membeli karet masker donasi yang dibeli dari Jakarta, karena stok di Timika  tidak ada. 

Terima kasih kepada semua teman-teman TI Palembang, yang namanya tidak disebut satu  per satu di sini. Kalian sudah banyak membantuku. 

 




Wednesday, September 16, 2020

Dia - puisiku untuknya


Dia


dia dimana

dia mau kemana 

dia mau apa


dia, dia selalu menyebutku begitu

bukan dengan kau

bukan dengan kamu


tidak ada suara keras 

tidak ada amarah

tidak ada benci


yang ada hanya sayang


Biar Tidak Cepat Tua

Hari ini matahari bersinar dengan cerah. Aku melihat anak-anak bermain sangat gembira bersama papanya. Mereka sepertinya akan bermain layang-layang.

"Pa, nanti aku yang pegang benang merah ya?" pinta si bungsu, Ella.

"Aku," sahut si sulung, Ana. 

Mendengar kakaknya berkata seperti itu, Ella langsung cemberut. Selesai mengikatkan benang ke layang-layang, Mas Adi  suamiku, mengajak mereka mereka ke lapangan untuk bermain layangan.

"Ayo, permisi ke mama dulu." perintahnya.

Sambil  berlari kedua gadis mungil itu berteriak, " Ma, kami pergi ya, ke lapangan. Main layangan ikut papa."

"Ok, jam 12 nanti sudah di rumah ya. Makan siang," sahutku seraya menyerahkan tas berisi botol minuman kepada mereka. "Jangan nakal ya, baik-baik kalian berdua," pesanku lagi, sambil mengedipkan mata mereka mengiyakan.


Hari ini, adalah hari ulang tahunku. Tadi pagi begitu bangun tidur anak-anak berhambur memeluk dan menciumiku sambil mengucapkan selamat ulang tahun. "Agh, tidak terasa umurku terus bertambah," batinku. 

Hari ini aku tidak memasak. "Sayang, aku sudah pesan makanan tidak usah repot," ucap Mas  Adi tadi pagi. Aku tidak terkejut  mendengarnya, aku cukup mengenalnya.  Jarum jam menunjukkan pukul 11.30, pesanan makanan telah tiba berikut dengan kue ulang tahun. Aku cukup menatanya agar terlihat rapi di meja.

Tidak lama kemudian, anak-anak dan Mas Adi pulang. 

"Ayo cuci tangan dan kaki dulu atau kalau mau, mandi saja sekalian biar wangi habis itu kita makan," ucapku kepada mereka.

"Ga usah mandi, cuci tangan dan kaki saja. Papa sudah lapar." kata Mas Adi

"Ga ah, ga mau, bau, aku mau mandi dulu," teriak Ana

"Aku juga, aku mau mandi," sahut Ella

"Sudah..sudah, kalian cepat mandi, mama tunggu ya," ucapku. Akhirnya mereka bertiga mandi dan datang dengan wajah segar

"Wangi kan, Ma," kata Ella sambil nyengir.

"Assssyyyyik, makan enak ini, Ma, kok kuenya besar?" Ana bertanya.

" Ulang tahun mama gitu lho," sahut papanya, aku tertawa dalam hati mendengarnya.

"Ayo, mari duduk. Sebelum makan kita berdoa untuk keluarga kita, untuk ulang tahun mama. Ella yang pimpin doa ya," Mas Adi berkata.

Ella melihat ke papanya dengan mata membesar tetapi akhirnya dia berkata, "Baik Pa, mari kita berdoa. Bapa kami yang di sorga, kami berterima kasih untuk berkatMu hari ini. Engkau masih melindungi keluarga kami. Kami juga mau berdoa untuk mama yang berulang tahun hari ini. Terima kasih untuk mama yang selalu memasak makanan yang enak-enak untuk kami. Tuhan, jangan biarkan mama marah-marah biar mama tidak cepat tua, kami sayang mama. Tuhan,sekarang kami mau makan, biarlah berkatMu turun atas makanan kami ini. Amin"

Begitu Ella selesai mengucapkan amin, aku melihat Ana dan Mas Adi memandang ke arahku sambil menahan tawa. 

"Mama memang sudah tua, Sayang. Lebih tua dari kamu, mama janji tidak banyak-banyak marah lagi ya, " ucapku sambil memeluk Ella.






Tuesday, September 15, 2020

Kue Lontar - Pie Susu Khas Papua


Lontar Mini

Kuliner Papua bukan hanya terkenal dengan bahan makanan dari sagu, tetapi Papua juga memiliki kue khas sendiri yaitu kue lontar. Kue ini pertama sekali dibawa oleh bangsa Belanda ke Papua, dan hanya bisa ditemukan di kota Fak-fak dengan nama rondtart (kue bulat) karena dicetak dalam piring bulat besar bergambar ikan, namun sekarang kue ini sudah terkenal sampai keluar Papua. Akibat pengucapan rondtart agak susah akhirnya masyarakat terbiasa dengan lontar. Kue ini adalah kue istimewa, biasa disajikan dalam menyambut Natal dan Lebaran maupun acara keluarga. 

Kue ini tidak jauh berbeda dengan pie susu. Bahan dasar yang digunakan adalah mentega, tepung terigu, telur,  vanila dan susu. Dibakar di oven dengan suhu yang tidak terlalu panas agar menghasilkan tampilan yang mulus dan cantik. Rasa kue ini manis dan gurih membuat kue ini sangat digemari terutama anak-anak. Yang terbiasa menikmati lontar akan mengetahui perbedaan rasa dengan pie susu biasa. Kue ini memiliki perpaduan isian yang sangat lembut  dan kulit yang sangat renyah gurih di luar.

Piring ikan cetakan lontar besar.
Sumber dari Google Image

Sekarang kue ini dijual dengan dua ukuran, yaitu lontar besar dan lontar mini. Kue lontar besar dengan cetakan piring bulat bergambar ikan  sedang kue lontar mini dengan cetakan pie kecil. Jika ingin menikmati vla (isian) lebih banyak maka kue lontar besar adalah pilihannya.

Kue ini adalah kue baru yang menyenangkan buat kami, terutama anak-anak. Mereka sangat menyukai rasa manis susu dari kue ini. Kami lebih sering memilih membuat kue  lontar mini.

Hana, si penyuka lontar mini

      

Monday, September 14, 2020

Sabtu Bersama Bapak - Resensi Film

  
Sumber gambar dari Google Image


Judul Film : Sabtu Bersama Bapak

Sutradara : Monty Tiwa

Produser : Odi Mulya Hidayat, HB Naveen

Penulis : Aditya Mulya, Monty Tiwa

Pemeran : Abimaya Aryasatya (Gunawan), Arifin Putra (Satya), Acha Septriasa (Risa), Deva Mahendra (Cakra), Ira Wibowo (Itje)

Musik :  Andhika Triyadi

Sinematografi : Rollie Markiano

Penyunting : Ryan Purwoko

Perusahaan produksi : Falcon Pictures, Max Pictures

Negara : Indonesia

Bahasa : Indonesia 

Tahun rilis : 2016

Film ini bercerta tentang satu keluarga yang terdiri dari ayah (Gunawan), ibu (Itje) dan dua anak laki-laki (Satya dan Cakra). Ayah yang mengidap penyakit kanker mengetahui bahwa hidupnya tidak lama lagi adalah seorang ayah yang bertanggung jawab. Dia sebagai ayah ingin tetap memberikan pengajaran-pengajaran tentang hidup kepada kedua anaknya. Pengajaran itu dibuat dalam rekaman pesan-pesan. Oleh ibu, rekaman tersebut diputar dan ditonton bersama setiap hari Sabtu. Kedua anaknya meresapi dan menjalankan pengajaran dari ayahnya mereka seakan ayahnya tetap hadir.

Anak pertama, Satya menikah dengan Risa tinggal di luar negeri dan bekerja di offshore. Mereka memiliki dua anak laki-laki, Rian dan Miku. Satya adalah seorang suami dan ayah yang harus dikuti kata-katanya. Adiknya, Cakra seorang deputi manajer berumur 30 tahun, berusaha untuk mendapatkan teman hidup. Ibu, Itje sempat membuka rumah makan ternyata mengidap kanker payudara. Dia menjalani operasi pertama dan kedua tanpa memberitahukan anak-anaknya. Akhirnya ketahuan juga oleh Cakra melalui telepon dengan bibi yang menemani ibunya. Hal ini membuat kedua anaknya terpukul.

Film ini diangkat dari sebuah buku best seller dengan judul yang sama karya Aditya Mulya merupakan  tontonan drama keluarga yang ringan. Adegan-adegannya membuat kita meneteskan air mata sekaligus tertawa. Di sini kita melihat peran ayah  merupakan ayah yang bertanggung jawab dan sangat positif dalam menumbuhkan rasa percaya diri anak. Ayah tetap hadir di tengah-tengah keluarga walaupun sudah meninggal. Kita bisa belajar banyak dari film ini. 

Sepanjang film ini, entah kenapa peran keluarga Satya, Risa dan anak-anaknya terasa hambar. Tempat mereka tinggal di luar negeri, Paris memang indah tetapi cara menampilkannya tidak enak dipandang. Namun peran Cakra yang lugu kocak dan peran Itje yang mengharu biru,  membuat film ini menjadi menarik untuk ditonton.

Sunday, September 13, 2020

Review Buku - Pergilah ke Mana Hati Membawamu


 

Judul : Pergilah ke Mana Hati Membawamu
Pengarang : Susanna Tamaro
Alih Bahasa : Antonius Sudiarja, SJ     
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, 2004

"Dan kelak, di saat begitu banyak jalan 
terbentang di hadapanmu
dan kau tak tahu jalan mana yang harus kau ambil,
janganlah memilihnya dengan asal saja,
tetapi duduklah dan tunggulah sesaat.
Tariklah napas dalam-dalam, dengan penuh kepercayaan,
seperti saat kau bernapas di hari pertamamu di dunia ini.
Jangan biarkan apapun mengalihkan 
perhatianmu, tunggulah dan tunggulah lebih lama lagi.
Berdiam dirilah, tetap hening dan dengarkan hatimu.
Lalu, ketika hati itu bicara, beranjaklah,
lalu pergilah ke mana hati membawamu..."


Novel ini bercerita tentang 3 perempuan di 3 generasi, nenek, ibu dan cucu. Sang nenek menuliskan buku harian tentang penderitaan dan kesepian yang dialaminya. Perjalanan kehidupan sang nenek (Olga) sebagai perempuan di tengah-tengah keluarga, pernikahan, hubungan dengan laki-laki lain dalam rumah tangga, tentang anak perempuan dan juga bagaimana hidup bersama cucunya. 

Ibu (Ilaria) meninggal dunia pada usia muda dan meninggalkan anak di bawah pengasuhan ibunya, Olga. Nenek dan cucu, keduanya merupakan  generasi yang berbeda, seringkali perbedaan pendapat diantara mereka menimbulkan konflik. Perbedaan ini dilukiskan seperti kulit kerang. "Jadi saat aku berkata keretakan alami terjadi di antara kita, seperti itulah kumaksudkan. Saat kulit kerangmu mulai terbentuk, kulit kerangku mulai pecah-pecah. Kau tidak tahan menghadapi air mataku dan aku tidak tahan menghadapi kekerasan hatimu."  Seiring berjalannya waktu, usia nenek bertambah, semakin tua. Cucu semakin bertumbuh, dari kanak-kanak yang lucu menjadi wanita dewasa dengan pemikiran dan keinginan sendiri. 

Terhadap cucunya, Olga berusaha untuk menjadi nenek-ibu yang baik. Kebersamaan mereka berakhir pada saat cucunya memutuskan meninggalkannya dan pergi ke Amerika. Keputusan yang diambil ini melalui banyak pertengkaran sebelumnya. Di akhir masa hidupnya, Olga menceritakan seluruh kisahnya dengan jujur kepada cucunya melalui tulisan di buku harian, agar tidak ada kebohongan di antara mereka. Olga bercerita betapa dia memiliki keinginan-keinginan sewaktu anak-anak dan mengutarakannya kepada ayahnya namun ditanggapi dengan penolakan dan kemarahan. Penolakan dan kemarahan yang diterimanya, membuatnya menjadi perempuan apatis, ragu-ragu dan pasif.  Dia menderita dan merasa kesepian karenanya. Dia mencoba untuk melepaskan diri  dengan berusaha menjadi diri sendiri dan senang berfantasi.  

Tulisan-tulisan itu membuat Olga merasa sembuh dan siap untuk bersama cucunya lagi.  Di akhir cerita, kita akan membaca bahwa mereka membuat kue dan tertawa bersama. 

"Setiap kali kau merasa tersesat dan bingung, pikirkanlah pepohonan, ingatlah bagaimana mereka tumbuh. Ingatlah bahwa pohon memiliki banyak dahan namun hanya sedikit akar akan tumbang terkena empasan angin pertama, sementara pohon yang memiliki banyak akar namun sedikit dahan akan selalu memiliki cukup sari makanan."

Dari novel ini kita banyak belajar tentang hubungan, perempuan dengan perempuan dan perempuan dengan laki-laki. Bagaimana kita berhadapan anak perempuan kita yang telah beranjak remaja. Sebagai orang tua tentu kita punya keinginan dan anak juga tentu memiliki keinginan. Kita harus mengakui bahwa tidak semua keinginan ini sejalan, seperti yang tertulis di novel ini. Jika kita jujur mendengarkan kata hati dan mencoba untuk memahami orang lain, dengan kerendahan hati untuk bisa menerima pendapat orang lain maka hidup akan lebih harmonis dan hati akan lebih tenang. Jujur lewat tulisan-tulisan juga boleh jika tidak sanggup untuk mengatakan secara langsung. 


Friday, September 11, 2020

Menulis, Bisa dan Biasa (Self Editing)

Semua yang mengenal huruf pasti bisa menulis. Aku merasa tersentil membacanya. Kenapa? Karena kata-kata itu juga yang kerap kuucapkan kepada anak-anak dalam bentuk lain jika mereka datang kepadaku dan meminta pertolongan untuk tugas sekolah mereka. 

Tanpa disadari setiap hari kita pasti menulis. Banyak hal yang kita tulis, SMS, pesan WA, diari, ataupun catatan penting kecil dan bahkan daftar belanjaan. Pertama melihat postingan FB Mba Maria tentang kelas ngeblog dan nulis. Hatiku tergelitik untuk mengikutinya. Tujuan yang utama adalah bisa mengajari anak-anak sesuatu yang berbeda. Aku berpikir mungkin mereka akan tertarik. Di mana saat ini mereka tengah beranjak remaja, yang kadang merasa lebih memilih meluahkan isi hatinya dengan tulisan daripada membicarakannnya dengan orang lain. Seperti aku dulu.

Pada banyak kesempatan, aku mencoba menawarkan berbagai les online, mulai dari memasak, bahasa Inggris, matematika ataupun musik, namun tak satu pun yang dipilih. Mereka beranggapan  bahwa lebih baik belajar dengan mama. Padahal mama juga manusia, tidak menguasai semua hal. 

Berangkat dari keinginan tersebut, aku pun mendaftar kelas tersebut kepada Mba Maria, dan untungnya seat masih ada. Tidak bisa kupungkiri kelas ini menyenangkan walau banyak tugas dan tugas itu mempunyai deadline. Aku berpikir justru tantangannya di situ. 

Pelajaran membuat blog bagian awal dari Mba Maria telah aku dan teman-teman di kelas lewati. Sekarang kami masuk di kelas menulis dari Kak Irai. Tugas pertama dari Kak Irai adalah membuat satu tulisan. Diminta membuat tulisan, kepala serasa blank. Aku bingung untuk memulai dari mana. Bah, aku tersadar. Aku ini sudah menulis, bukan?

Ahay, ternyata aku bisa dan sudah biasa menulis.



Thursday, September 10, 2020

Menulis, Bisa dan Biasa

Semua yang mengenal huruf pasti bisa menulis. Membacanya, aku merasa tersentil. Kenapa?  Karena kata-kata itu juga yang kerap aku ucapkan kepada anak-anak dalam bentuk lain jika mereka datang kepadaku untuk meminta pertolongan dalam tugas sekolah mereka. 

Sebenarnya tanpa kita sadari setiap hari kita pasti menulis. Banyak hal yang kita tulis, ada SMS, ada text WA, ada diari, ataupun catatan penting kecil dan bahkan daftar belanjaan. Pertama melihat postingan FB mba Maria tentang kelas ngeblog dan nulis, hatiku tergelitik untuk mengikutinya. Tujuan yang utama adalah untuk bisa mengajari anak-anak sesuatu yang berbeda di masa-masa sekarang ini. Dan aku berpikir mungkin mereka akan menyenanginya, karena di masa-masa mereka beranjak remaja ini terkadang mereka pasti ingin menuliskan sesuatu, seperti aku dulu. 

Ada banyak les online yang aku tawarkan kepada mereka mulai dari les memasak, les bahasa Inggris, les matematika ataupun les musik. Tetapi mereka tidak memilih satupun. Mereka mempunyai anggapan bahwa lebih baik belajar sama mama. Padahal kan mama juga manusia biasa, dimana tidak semua hal dikuasai. 


Berangkat dari keinginan tersebut, akupun mendaftar ke Mba Maria, dan untungnya seat masih ada. Tidak bisa kupungkiri kelas ini menyenangkan walau banyak tugas dan tugas itu mempunyai deadline. Tetapi justru tantangannya di situ. Pelajaran membuat blog bagian awal dari Mba Maria telah kami lewati. Sekarang kami masuk di kelas menulis dari Kak Irai. Tulisan ini adalah tugas menulis pertama  dari Kak Irai. Diminta menulis awalnya kepala serasa  ngeblank. Bingung untuk memulai dari mana.

Tetapi ini kan sudah tulisan. Ahay....ternyata aku bisa dan sudah biasa menulis.




Thursday, September 3, 2020

"Jiwaku Produktif tapi Ragaku Mager"

Malam ini Papa bercerita tentang seorang anak yang merasa telah bangun tetapi tetap tidak beranjak dari tempat tidurnya. Anak itu mengira dia sudah bangun, sudah membereskan tempat tidurnya dan sudah mengambil pakaian dan handuk. Kemudian berjalan ke kamar mandi untuk mandi dan seterusnya sampai dia buang air kecil. Sampai kemudian anak itu terkejut dan menyadari bahwa celananya basah. Ternyata dia belum pernah ke kamar mandi tapi masih duduk di atas tempat tidur.

Belum selesai Papa bercerita tiba-tiba si Kakak berkata, “Itulah namanya jiwaku produktif tapi ragaku mager”.

Kakak
Kakak Pertama

Kami pun tertawa...😂😂😂...dengan istilah yang baru ini.

Hayoooo… siapa yang merasa jiwanya produktif tapi raganya mager…. Mari lambaikan tangan ke kamera ....✋



BREATHE DAY atau No Gadget Day

Jumat, 30 Oktober 2020,  adalah hari libur buat anak-anak. Biasanya mereka akan senang sekali jika sudah libur karena mereka akan bebas dari...